Proses coastal upwelling akibat dari Ekman Transport
Di beberapa tempat di perairan laut, pada musim tertentu terjadi arus yang bergerak menaik (vertikal) dari suatu kedalaman tertentu ke permukaan. Fenomena ini disebut upwelling atau disebut arus vertikal atau penaikan massa air. Arus vertikal tersebut membawa serta unsur hara yang cukup tinggi kadarnya dari dasar laut ke permukaan. Melalui proses upwelling ini, perairan disekitarnya ditingkatkan kesuburannya, sehingga produksi perikanannya pun menjadi tinggi. Arus laut lain yang mempengaruhi karakteristik perairan di Indonesia adalah arus laut yang dibangkitkan oleh angin. Sirkulasi angin di wilayah ini menggambarkan keadaan angin daerah tropis dan sekaligus wilayah musim.Keadaan angin yang demikian dicerminkan pula oleh arus lautnya terutama di permukaan.
Pada kedalaman yang cukup besar antara 500-2000 m, kecapatan arus yang ditimbulkan angin menjadi nol. Kedalaman di mana kecapatan arus sama dengan nol disebut kedalaman tanpa gerakan atau kedalaman Ekman. Perubahan arah dan kecepatan arus terhadap kedalaman menimbulkan suatu transport massa air yang arahnya tegak lurus ke arah kanan arah angin di belahan bumi utara dan ke arah kiri di belahan bumi selatan. Transport massa air ini juga disebut dengan transport Ekman. Pengetahuan tentang transport Ekman ini dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme timbulnya fenomena laut yang dikenal nama “upwelling dan downwelling”. Upwelling adalah naiknya air dingin dari lapisan dalam ke permukaan laut sedangkan downwelling merupakan turunnya air permukaan laut ke lapisan lebih dalam.
Teori bagaimana angin mempengaruhi arus permukaan berasal mampu dijelaskan dengan transpor ekman.Ekman dianggap sebagai luas dan dalam lautan tak terbatas densitas konstan, dibagi ke dalam jumlah tak terbatas lapisan horizontal. Lapisan atas dipengaruhi oleh angin dan gesekan dengan lapisan di bawahnya.. Yang kedua lapisan juga dipengaruhi oleh gesekan di atas dan bawah, dan seterusnya Gaya Coriolis juga akan mempengaruhi lapisan karena mereka bergerak.
Menyeimbangkan gesekan dan gaya Coriolis dipimpin Ekman untuk menyimpulkan bahwa arus yang dihasilkan menurun secara eksponensial dengan kedalaman, arus permukaan bergerak pada sudut 45 derajat ke arah angin, dan bahwa penyimpangan dari arah angin permukaan meningkat dengan kedalaman, membentuk spiral (untuk menjadi dikenal sebagai spiral Ekman).Menambahkan gerakan di semua kedalaman memberikan mean (rata-rata) saat ini yang bergerak di sudut kanan ke arah angin, ke kanan di belahan bumi utara, dan ke kiri di belahan bumi selatan.Ekman spiral tersebut jarang terjadi, tetapi telah diamati di laut.
Macam-Macam Arus:
1. Kuroshio Current
Kuroshio Current, juga dikenal sebagai Japan Current, adalah kedua paling kuat terkini di dunia setelah the Gulf Stream dan terkenal untuknya arus cepat yang kuat. Kuroshio Current adalah arus hangat yang beredar dalam North Atlantic Ocean. Ia memasuki Laut China Timur dekat Yonagunijima, dan gerakan-gerakan ke utara di barat Okinawa untuk Pacific Ocean melalui selat Tokara antara Tanegashima, Yakushima, dan Amamioshima. Ia juga mengalir sepanjang pantai selatan Jepang untuk timur Bousouhanto.
2. Gulf Stream
Gulf Stream, bersamaan dengan perpanjangan utaranya ke arah Eropa, adalah arus yang kuat, hangat, dan cepat dari arus laut Atlantik yang berasal di ujung Florida, dan mengikuti garis pantai timur Amerika Serikat dan Newfoundland sebelum menyeberangi Samudera Atlantik. Proses intensifikasi Barat menyebabkan Gulf Stream mempercepat arus utara lepas pantai timur Amerika Utara. Pada sekitar 40 ° 0'N 30 ° 0'W / 40 ° N 30 ° W / 40; -30, ia terbagi dalam dua, dengan aliran utara menyeberang ke Eropa utara dan aliran selatan dari sirkulasi Afrika Barat. Gulf Stream mempengaruhi iklim di pantai timur Amerika Utara dari Florida ke Newfoundland, dan pantai barat Eropa. Meskipun telah ada debat terakhir, ada pernyataan bahwa iklim di Eropa Barat dan Eropa Utara lebih hangat. Gulf Stream juga merupakan sumber potensial yang signifikan dari pembangkit listrik terbarukan.
3. Benguela Current
Arus benguela yaitu arus angin barat yang membelok ke arah utara di sepanjang pantai afrika selatan dan afrika barat (arus dingin)
4. Humboldt Current
Arus Humboldt atau Arus Peru, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir di sepanjang barat Amerika Selatan menyusur ke arah utara. Arus ini merupakan arus menyimpang serta didorong oleh angin pasat tenggara dan termasuk arus dingin.
5. Indonesian Throughflow
Indonesiam throughflow adalah arus laut yang mengangkut air antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia melalui Kepulauan Indonesia. Di utara, saat memasuki laut Indonesia melalui Selat Makassar dan Selat Malaka. Laut Indonesia berfungsi seperti baskom, dan Throughflow terus selatan dan keluar melalui Selat Lombok, Selat Ombai dan Ayat Timor. Arah transportasi sangat tergantung pada iklim musiman dan tahunan, meskipun transportasi total tahunan bersih adalah sebagian besar selatan dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia.
6. Kamchatka Current
Current Kamchatka adalah arus air dingin yang mengalir ke arah barat-selatan dari Selat Bering , sepanjang Siberia pantai Pasifik dan Semenanjung Kamchatka . A portion of this current then becomes the Oyashio Current while the remainder joins the warmer North Pacific Current . Sebagian dari arus ini kemudian menjadi Lancar Oyashio sementara sisanya bergabung dengan hangat Pasifik Utara saat ini
7. Oyashio Current
Arus Oyashio, merupakan arus dingin yang didorong oleh angin timur dan mengalir dari selat Bering menuju ke selatan dan berakhir di sebelah timur Kepulauan Jepang karena ditempat ini arus tersebut bertemu dengan arus Kuroshio (terhambat oleh kuroshio). Di tempat pertemuaan arus dingin Oyashio dengan arus panas Kuroshio terdapat daerah perikanan yang kaya, sebab plankton-plankton yang terbawa oleh arus Oyashio berhenti pada daerah pertemuaan arus panas Kuroshio yang hangat dan tumbuh subur.
8. Mozambique Current
Mozambique Current memiliki permukaan yang secara relatif hangat dari Samudera India barat. Karena perputaran Bumi, ia diarahkan ke selatan mengikuti garis besar daratan dan landas kontinennya. Sementara beberapa masuk arus timur pulau Madagascar, sisa saluran menuju ke barat melalui Mozambique Channel, membawa pengaruh-pengaruh kuat di iklim pulau dan daratan. Bagian utara Madagascar memiliki aliran ke arah arus Agulhas.
9. Antarctic Circumpolar
Antarctic Circumpolar (ACC) adalah arus terpenting dalam Southern Ocean, dan hanya mengalir di sekitar dunia. ACC, ketika ia mengelilingi benua Antartika, mengalir ke timur melalui bagian-bagian bagian selatan Atlantik, India, dan Pacific Oceans.
10. Labrador Current
Arus Labrador berasal dari laut Kutub Utara yang mengalir ke selatan menyusuri pantai timur Labrador. Arus ini didorong oleh angin timur dan merupakan arus dingin, yang pada umumnya membawa gunung es yang ikut dihanyutkan.
Proses termohaline yang mengakibatkan ocean current
Di lapisan permukaan pergerakan massa air terutama dibangkitkan oleh angin. Di perairan dalam walaupun tidak dipengaruhi oleh angin, akan tetapi massa air di perairan dalam ini juga bergerak, gerakan massa air tersebut disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation). Sirkulasi termohalin adalah gerak massa air yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas yang dikontrol oleh adanya variasi suhu (thermo atau thermal) dan salinitas (haline). Untuk memahami fenomena ini sangat sederhana, ketika dua massa air berbeda (misalnya air tawar dan air laut) ditaruh dalam suatu wadah, mula-mula dipisahkan dengan suatu pembatas, kemudian pembatas tersebut ditarik atau dikeluarkan secara perlahan, maka kedua massa air yang berbeda tersebut bergerak. Massa air tawar yang lebih ringan bergerak ke arah massa air di lapisan permukaan, sedangkan massa air laut yang lebih berat bergerak ke arah air tawar di lapisan bawah.
Salah satu contoh yang terkenal dari sirkulasi termohalin di dalam bidang oseanografi adalah sirkulasi global atau the Great Conveyor Belt (Gambar 7). Di daerah kutub dekat dengan Greenland massa air hangat yang berasal dari daerah lintang rendah atau daerah tropis tenggelam, kemudian arus dalam bergerak di dekat dasar menelusuri basin laut dalam ke arah ekuator sampai ke laut selatan berbelok ke timur, sebagian bergerak menuju Samudera India, sebagian lagi menuju Samudera Pasifik. Di Samudera Pasifik massa air bergerak ke lapisan permukaan sehingga massa air tersebut menjadi lebih hangat.
Massa air hangat yang berada di lapisan permukaan kemudian bergerak menuju ke Samudera India melewati perairan Indonesia. Massa air laut yang bergerak dari Samudera Pasifik ke Samudera India melalui perairan Indonesia dikenal sebagai ARLINDO atau ITF (Arus Lintas Indonesia atau Indonesian Through Flow).
Massa air hangat di lapisan permukaan dari Samudera Pasifik bertemu dengan massa air yang bergerak ke permukaan di Samudera India. Kedua mass air tersebut bergerak menuju daerah lintang tinggi atau kutub melalui Samudera Atlantik. Beberapa bukti ilmiah telah ditemukan oleh para pakar Oseanografi yang mendukung kebenaran teori atau fenomena sirkulasi termohalin, salah satu diantaranya adalah berupa bukti hidrografi atau hydrographic evidence. Bukti adanya sirkulasi termohalin di laut dalam berupa sebaran menegak salinitas di Samudera Atlantik dari Lintang 50o L.S. sampai 60o L.U.
References:
Anneahira. 2011. Arus Laut Dunia. http://www.anneahira.com/arus-laut-dunia.htm. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.30 WIB
Arkwright, Darius. 2009. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/perubahan-iklim-dan-sirkulasi-laut-global/. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 15.30 WIB
Britannica. 2011. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/395429/Mozambique-Current. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 15.00 WIB
Dikwil. 2009. http://antroposfer.blogspot.com/. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.20 WIB
Garzoly. 1997. http://www.aoml.noaa.gov/phod/benguela/. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 15.00 WIB
Georpghy. 2011. http://world-geography.org/371-kuroshio-current.html. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Kelautanperikunsyiah. 2010. http://www.kelautanperikanan.unsyiah.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=147&Itemid=236. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Kendall, Anthony. 2005. http://www.anthonares.net/2005/11/atlantic-gulf-stream-current-slows-by.html. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.50 WIB
Maliketh. 2011. http://seandy-laut-biru.blogspot.com/2009/11/arus.html. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 15.30 WIB
Purwansyah, Basdar. 2010. http://basdarpurwansahbs.blogspot.com/2010/06/wind-driven-current-dan-ekman-transport.html. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 14.30 WIB
Roberts. 2010. http://www.parks.tas.gov.au/fahan_mi_shipwrecks/infohut/acc.htm. Diakses pada 1 Oktober 2011 Pukul 15.10 WIB
Sabtu, 08 Oktober 2011
Sabtu, 13 Agustus 2011
Arthropoda
Arthropoda (dalam bahasa latin, Arthra = ruas , buku, segmen ; podos = kaki) merupakan hewan yang memiliki ciri kaki beruas, berbuku, atau bersegmen. Segmen tersebut juga terdapat pada tubuhnya.Tubuh Arthropoda merupakan simeri bilateral dan tergolong tripoblastik selomata.
Ciri, ukuran dan bentuk tubuh
Ciri tubuh Arthropoda meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh. Ukuran tubuh Arthropoda sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari 60 cm., namun kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk Arthropoda pun beragam.
Struktur tubuh
Secara umum tubuh Arthropoda bersegmen dengan jumlah segmen yang bervariasi. Pada tiap segmen tubuh tersebut terdapat sepasang kaki yang beruas. Segmen bergabung membentuk bagian tubuh, yaitu Kaput (kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Ciri lain dari Arthropoda adalah adanya kutikula keras yang membentuk rangka luar (eksoskeleton). Eksoskeleton tersusun dari kitin yang di sekresikan oleh sel kulit. Eksoskeleton melekat pada kulit membentuk perlindungan tubuh yang kuat. Eksoskeleton terdiri dari lempengan-lempengan yang dihubungkan oleh ligamen yang fleksibel dan lunak. Eksoskeleton tidak dapat membesar mengikuti pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu, tahap pertumbuhan Arthropoda selalu diikuti dengan pengelupasan eksoskeleton lama dan pembentukan eksoskeleton baru. Tahap pelepasan eksoskeleton disebut dengan molting atau ekdisis. Hewan yang biasanya melakukan ekdisis misalnya kepiting, udang, dan laba-laba. Sistem saraf Arthropoda berupa sistem saraf tangga tali berjumlah sepasang yang berada di sepanjang sisi ventral tubuhnya. Pada berbagai tempat di segmen tubuh, ada pembesaran saraf tangga tali yang disebut ganglia. Ganglia berfungsi sebagai pusat refleks dan pengendalian berbagai kegiatan. Ganglia bagian anterior yang lebih besar berfungsi sebagai otak. Sistem pencernaan Arthropoda terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.Mulutnya dilangkapi dengan berbagai alat tambahan yang beragam, misalnya mandibula dan maksila pada belalang.
Sistem pernafasan dan peredaran darah
Arthropoda bernapas dengan insang, trakea, atau paru-paru buku.Sisa metabolisme berupa cairan dikeluarkan oleh organ ekskresi yang disebut saluran/tubula Malpighi, kelenjar ekskresi, atau keduanya. Sistem sirkulasi Arthropoda bersifat terbuka. Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh darah pendek, dan ruang disekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol. Darah Arthropoda disebut juga hemolimfa.
Cara hidup dan habitat
Cara hidup Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik. Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput.
Reproduksi
Sistem reproduksi Arthropoda umumnya terjadi secara seksual. Namun ada juga yang secara aseksual, yaitu dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah pembentukan individu baru tanpa melalui fertilisasi (pembuahan). Individu yang dihasilkan bersifat steril. Organ reproduksi jantan dan betina pada Arthropoda terpisah, masing-masing menghasilkan gamet pada individu yang berbeda sehingga bersifat dioseus (berumah dua). Hasil fertilisasi berupa telur.
Klasifikasi
Arthropoda diklasifikasikan menjadi 20 kelas berdasarkan struktur tubuh dan kaki.Berikut ini akan diuraikan empat kelas diantaranya yang paling umum, yaitu Kelas Arachnoidea, Myriapoda, Crustacea, dan Insecta.
Ciri, ukuran dan bentuk tubuh
Ciri tubuh Arthropoda meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh. Ukuran tubuh Arthropoda sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari 60 cm., namun kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk Arthropoda pun beragam.
Struktur tubuh
Secara umum tubuh Arthropoda bersegmen dengan jumlah segmen yang bervariasi. Pada tiap segmen tubuh tersebut terdapat sepasang kaki yang beruas. Segmen bergabung membentuk bagian tubuh, yaitu Kaput (kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Ciri lain dari Arthropoda adalah adanya kutikula keras yang membentuk rangka luar (eksoskeleton). Eksoskeleton tersusun dari kitin yang di sekresikan oleh sel kulit. Eksoskeleton melekat pada kulit membentuk perlindungan tubuh yang kuat. Eksoskeleton terdiri dari lempengan-lempengan yang dihubungkan oleh ligamen yang fleksibel dan lunak. Eksoskeleton tidak dapat membesar mengikuti pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu, tahap pertumbuhan Arthropoda selalu diikuti dengan pengelupasan eksoskeleton lama dan pembentukan eksoskeleton baru. Tahap pelepasan eksoskeleton disebut dengan molting atau ekdisis. Hewan yang biasanya melakukan ekdisis misalnya kepiting, udang, dan laba-laba. Sistem saraf Arthropoda berupa sistem saraf tangga tali berjumlah sepasang yang berada di sepanjang sisi ventral tubuhnya. Pada berbagai tempat di segmen tubuh, ada pembesaran saraf tangga tali yang disebut ganglia. Ganglia berfungsi sebagai pusat refleks dan pengendalian berbagai kegiatan. Ganglia bagian anterior yang lebih besar berfungsi sebagai otak. Sistem pencernaan Arthropoda terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.Mulutnya dilangkapi dengan berbagai alat tambahan yang beragam, misalnya mandibula dan maksila pada belalang.
Sistem pernafasan dan peredaran darah
Arthropoda bernapas dengan insang, trakea, atau paru-paru buku.Sisa metabolisme berupa cairan dikeluarkan oleh organ ekskresi yang disebut saluran/tubula Malpighi, kelenjar ekskresi, atau keduanya. Sistem sirkulasi Arthropoda bersifat terbuka. Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh darah pendek, dan ruang disekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol. Darah Arthropoda disebut juga hemolimfa.
Cara hidup dan habitat
Cara hidup Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik. Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput.
Reproduksi
Sistem reproduksi Arthropoda umumnya terjadi secara seksual. Namun ada juga yang secara aseksual, yaitu dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah pembentukan individu baru tanpa melalui fertilisasi (pembuahan). Individu yang dihasilkan bersifat steril. Organ reproduksi jantan dan betina pada Arthropoda terpisah, masing-masing menghasilkan gamet pada individu yang berbeda sehingga bersifat dioseus (berumah dua). Hasil fertilisasi berupa telur.
Klasifikasi
Arthropoda diklasifikasikan menjadi 20 kelas berdasarkan struktur tubuh dan kaki.Berikut ini akan diuraikan empat kelas diantaranya yang paling umum, yaitu Kelas Arachnoidea, Myriapoda, Crustacea, dan Insecta.
Senin, 08 Agustus 2011
TerumbuKarang
TERUMBU KARANG
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Timotius, 2003).
Terumbu karang (Coral reef ) merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme –organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral ) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993).
Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90- 95%. Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 C di atas suhu normal.
Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum, yaitu :
a.Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef )
b.Terumbu karang penghalang (Barrier reef)
c.Terumbu karang cincin (atoll)
MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Nilai guna langsung meliputi seluruh manfaat dari sumberdaya yang dapat diperkirakan langsung dari konsumsi dan produksi dimana harga ditentukan oleh mekanisme pasar. nilai guna ini dibayar oleh orang secara langsung mengunakan sumberdaya dan mendapatkan manfaat darinya. Nilai guna tidak langsung terdiri dari manfaat - manfaat fungsional dari proses ekologi yang secara terus menerus memberikan kontribusi kepada masyarakat dan ekosistem. Sebagai contoh terumbu karang terus menerus memberikan perlindungan kepada pantai, serta peranannya dalam mempertahankan keberlanjutan sumberdaya perikanan terkait dengan fungsinya sebagai spawning ground, nursery ground dan feeding ground (Dewi,2011).
Menurut Suprihayono (2000) beberapa aktivitas pemanfaatan terumbu karang, yaitu :
1) Perikanan terumbu karang
Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman karang dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis terumbu karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada pengetahuan biologis target spesies, sehingga teknik penangkapan yang tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih banyak ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas manusia seperti pengeboman ikan karang, dan yang lainnnya secara tidak langsung dapat merusak karang.
2) Aktivitas Pariwisata Bahari
Untuk menjaga kelestarian potensi sumberdaya hayati daerah-daerah wisata bahari, maka di Indonesia telah dibentuk suatu kerja sama pengembangan kepariwisataan (Tourism Development Coorporation) yang modalnya berasal dari dari para investor lokal, pemerintah lokal dan regional dan masyarakat Badan kerjasama pariwisata dapat dijumpai di Nusa Dua Bali dan Manado. Adapun tugas badan ini diantaranya adalah :
• Menjaga daya tarik masyarakat terhadap pengembangan pariwisata .
• Membantu pengusaha menempati kebijaksanaan– pemerintah
• Pemanfaatan taman laut untuk tujuan wisata pada umumnya diperoleh melalui
• Pengadaaan dana pinjaman untuk pembangunan infra struktur. Sepeti agen-agen pariwisata dan scuba diving. Namun kedua agen atau arganisasi tersebut lebih mementingkan profit daripada harapan konservasi yaitu pelestarian sumberdaya alam laut. Sebagai akibatnya aktivitas mereka sering menimbulkan hal- hal yang tidak diinginakan atau bertentangan dengan nilai estetika atau carrying capacity lingkungan laut.
Menurut Suharti (2011), ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem terkaya yang merupakan “bank” dari keanekaragaman biologi.
• Terumbu karang merupakan sistem yang sangat kompleks, terdiri dari banyak lingkungannya, dan merupakan penghuni terumbu karang yang paling menonjol mikrohabitat. Secara umum, ikan karang benar benar telah menyatu dengan lingkungannya.
• Diperkirakan ada 12000 jenis ikan laut, 7000 jenis diantaranya menempati terumbu karang. Sejumlah besar ikan karang yang dijumpai di terumbu karang, mencerminkan secara langsung jumlah yang sangat besar dari habitat yang dapat didukung oleh lingkungan terumbu karang.
• 75% dari ikan yang hidup di daerah terumbu karang merupakan ikan yang bersifat diurnal (beraktivitas disiang hari). Sebagian dari ikan-ikan ini berwarna sangat menarik dan umumnya sangat erat berkaitan dengan terumbu karang, contohnya ikan cina-cina (Labridae), ikan betok (Pomacentridae), ikan nona manis (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), ikan enjil (Pomacanthidae).
• Kurang lebih 30% merupakan ikan yang bersifat kriptik (tidak mudah dilihat) oleh penyelam. Mereka umumnya berukuran kecil dan sangat pandai menyamarkan dirinya dan menghabiskan sebagian besar waktunya bersembunyi di dalam struktur karang yang kompleks. Yang termasuk dalam kategori ini antara lain ikan gobi, bleni, belut laut (morey), tangkur kuda/buaya, dan sebagian besar ikan lepu.
• Sekitar 10% dari ikan karang hidupnya aktif pada malam hari (nocturnal). Mereka bersembunyi di celah-celah karang atau gua karang sepanjang siang hari dan akan muncul kepermukaan air untuk mencari makan pada malam hari. Kelompok ikan beseng (Apogonidae), ikan swanggi (Holocentridae) masuk dalam kelompok ini.
• Sebagian kecil ikan di terumbu karang hidupnya menguburkan diri di pasir, lumpur atau pecahan karang (rubble), contohnya ikan bloso, ikan sebelah/lidah) dan sebagian ikan gobi.
• Sebagian kelompok ikan berlindung dan menjelajah di terumbu karang. Antara lain yang termasuk didalamnya adalah ikan butana (herbivora), dan kelompok karnivora seperti kakap, kerapu.
• Sebagian kecil ikan-ikan yang hidup dikolom air dan menjelajah daerah terumbu karang untuk mencari makan dan aktivitas hidup lainnya merupakan ikan karnivora, contohnya ikan barakuda, ikan ekor kuning, ikan pari manta.
• Banyak jenis ikan yang hidupnya soliter, berpasangan atau berkelompok (baik dalam jumlah kecil ataupun besar). Berkelompok (schooling) merupakan satu strategi dikehidupan ikan yang hidupnya lebih banyak menjelajah di kolom air terbuka.
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Timotius, 2003).
Terumbu karang (Coral reef ) merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme –organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral ) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993).
Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90- 95%. Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 C di atas suhu normal.
Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum, yaitu :
a.Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef )
b.Terumbu karang penghalang (Barrier reef)
c.Terumbu karang cincin (atoll)
MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Nilai guna langsung meliputi seluruh manfaat dari sumberdaya yang dapat diperkirakan langsung dari konsumsi dan produksi dimana harga ditentukan oleh mekanisme pasar. nilai guna ini dibayar oleh orang secara langsung mengunakan sumberdaya dan mendapatkan manfaat darinya. Nilai guna tidak langsung terdiri dari manfaat - manfaat fungsional dari proses ekologi yang secara terus menerus memberikan kontribusi kepada masyarakat dan ekosistem. Sebagai contoh terumbu karang terus menerus memberikan perlindungan kepada pantai, serta peranannya dalam mempertahankan keberlanjutan sumberdaya perikanan terkait dengan fungsinya sebagai spawning ground, nursery ground dan feeding ground (Dewi,2011).
Menurut Suprihayono (2000) beberapa aktivitas pemanfaatan terumbu karang, yaitu :
1) Perikanan terumbu karang
Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman karang dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis terumbu karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada pengetahuan biologis target spesies, sehingga teknik penangkapan yang tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih banyak ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas manusia seperti pengeboman ikan karang, dan yang lainnnya secara tidak langsung dapat merusak karang.
2) Aktivitas Pariwisata Bahari
Untuk menjaga kelestarian potensi sumberdaya hayati daerah-daerah wisata bahari, maka di Indonesia telah dibentuk suatu kerja sama pengembangan kepariwisataan (Tourism Development Coorporation) yang modalnya berasal dari dari para investor lokal, pemerintah lokal dan regional dan masyarakat Badan kerjasama pariwisata dapat dijumpai di Nusa Dua Bali dan Manado. Adapun tugas badan ini diantaranya adalah :
• Menjaga daya tarik masyarakat terhadap pengembangan pariwisata .
• Membantu pengusaha menempati kebijaksanaan– pemerintah
• Pemanfaatan taman laut untuk tujuan wisata pada umumnya diperoleh melalui
• Pengadaaan dana pinjaman untuk pembangunan infra struktur. Sepeti agen-agen pariwisata dan scuba diving. Namun kedua agen atau arganisasi tersebut lebih mementingkan profit daripada harapan konservasi yaitu pelestarian sumberdaya alam laut. Sebagai akibatnya aktivitas mereka sering menimbulkan hal- hal yang tidak diinginakan atau bertentangan dengan nilai estetika atau carrying capacity lingkungan laut.
Menurut Suharti (2011), ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem terkaya yang merupakan “bank” dari keanekaragaman biologi.
• Terumbu karang merupakan sistem yang sangat kompleks, terdiri dari banyak lingkungannya, dan merupakan penghuni terumbu karang yang paling menonjol mikrohabitat. Secara umum, ikan karang benar benar telah menyatu dengan lingkungannya.
• Diperkirakan ada 12000 jenis ikan laut, 7000 jenis diantaranya menempati terumbu karang. Sejumlah besar ikan karang yang dijumpai di terumbu karang, mencerminkan secara langsung jumlah yang sangat besar dari habitat yang dapat didukung oleh lingkungan terumbu karang.
• 75% dari ikan yang hidup di daerah terumbu karang merupakan ikan yang bersifat diurnal (beraktivitas disiang hari). Sebagian dari ikan-ikan ini berwarna sangat menarik dan umumnya sangat erat berkaitan dengan terumbu karang, contohnya ikan cina-cina (Labridae), ikan betok (Pomacentridae), ikan nona manis (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), ikan enjil (Pomacanthidae).
• Kurang lebih 30% merupakan ikan yang bersifat kriptik (tidak mudah dilihat) oleh penyelam. Mereka umumnya berukuran kecil dan sangat pandai menyamarkan dirinya dan menghabiskan sebagian besar waktunya bersembunyi di dalam struktur karang yang kompleks. Yang termasuk dalam kategori ini antara lain ikan gobi, bleni, belut laut (morey), tangkur kuda/buaya, dan sebagian besar ikan lepu.
• Sekitar 10% dari ikan karang hidupnya aktif pada malam hari (nocturnal). Mereka bersembunyi di celah-celah karang atau gua karang sepanjang siang hari dan akan muncul kepermukaan air untuk mencari makan pada malam hari. Kelompok ikan beseng (Apogonidae), ikan swanggi (Holocentridae) masuk dalam kelompok ini.
• Sebagian kecil ikan di terumbu karang hidupnya menguburkan diri di pasir, lumpur atau pecahan karang (rubble), contohnya ikan bloso, ikan sebelah/lidah) dan sebagian ikan gobi.
• Sebagian kelompok ikan berlindung dan menjelajah di terumbu karang. Antara lain yang termasuk didalamnya adalah ikan butana (herbivora), dan kelompok karnivora seperti kakap, kerapu.
• Sebagian kecil ikan-ikan yang hidup dikolom air dan menjelajah daerah terumbu karang untuk mencari makan dan aktivitas hidup lainnya merupakan ikan karnivora, contohnya ikan barakuda, ikan ekor kuning, ikan pari manta.
• Banyak jenis ikan yang hidupnya soliter, berpasangan atau berkelompok (baik dalam jumlah kecil ataupun besar). Berkelompok (schooling) merupakan satu strategi dikehidupan ikan yang hidupnya lebih banyak menjelajah di kolom air terbuka.
Sabtu, 09 Juli 2011
Makalah Zona Intertidal
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penydia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002). Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fumgsi dimensi ekologis yang dimiliki oleh kawasan pesisir, selayaknya digiatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.
Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara pembagiannya telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia.
Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.
Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal.
1.2 Manfaat
Pemahaman akan kondisi lingkungan dan karakter biota yang ada di zona intertidal dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya pengelolaan zona intertidal.
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Zonasi
Zonasi adalah distribusi atas bawah organisme yang dipengaruhi beberapa faktor:
Faktor fisik: Kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasang surut & keterbukaan terhadap gerakan ombak. Akibat: Kekeringan, suhu, salinitas & gelombang cahaya.
Faktor biologis: Kompetisi, predator & grazing.
1. Kompetisi: Pantai berbatu terbatas persediaan ruang karena luas daerah yang terbatas.
2. Predator utama: Bintang laut
3. Grazer: Limpet, bulu babi, siput litorina
2.2 Pengertian Zona Intertidal
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.
Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa jenis organisme untuk berkembang biak.
Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya.
Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir yang sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi organisme sangat berkembang utamanya bentuk morfologi yang dibentuk sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal organisme yang hidup sudah mampu untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan tersebut.
2.3 Faktor Penyebab Distribusi Zonasi Pada Daerah Intertidal
Ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yang saling terkait yaitu:
1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor tersbeut saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh sinar matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.
2. Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan. Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat ekstrim tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang agar dapat hidup pada derah yang kering.
2.4 Ekologi Zona Intertidal
Daerah pasang surut adalah sistem model penting untuk studi ekologi, khususnya di pantai berbatu gelombang-menyapu. Wilayah ini berisi keanekaragaman spesies yang tinggi, dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan spesies berkisar untuk dimampatkan menjadi band yang sangat sempit. Hal ini membuat relatif sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka, sesuatu yang bisa sangat sulit, misalnya, habitat darat yang dapat meregang ribuan kilometer. Masyarakat di pantai yang tersapu gelombang juga memiliki perputaran yang tinggi akibat gangguan, sehingga mungkin untuk menonton suksesi ekologi selama beberapa tahun daripada dekade.
Karena tepi pantai ini bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, organisme hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptions baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Khas penduduk pantai berbatu pasang surut termasuk bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
2.5 Pembagian Zonasi Pada Berbagai Jenis Pantai
Pada dasarnya pantai dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan bentuk substrat utama penyusun pantai, yaitu:
1. Pantai berbatu
2. Pantai berpasir,dan
3. Pantai berlumpur
Ketiga jenis pantai tersebut memiliki bentuk zonasi yang berbeda. Selain pantai berbatu zona intertidal juga banyak ditemukan pada jenis pantai yang lain.
1. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berbatu
Pada dasarnya pembagian zonasi untuk pantai berbatu dilihat dari pasang surut yang terjadi. Pantai ini didominasi oleh substrat dari batu.
Menurut Stephenson and Stephenson (1972) in Raffaelli and Hawkins (1996) menyatakan bahwa pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. A high-shore area (bagian pantai yang paling atas) atau yang biasa disebut supralittoral fringe. Pada zona ini dicirikan oleh berbagai organisme seperti alga yang menjalar, Cyanobacteria (bakteri hijau biru) dan cacing kecil, periwinkles.
2. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau yang biasa disebut midlittoral zone. Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti bernakel, kerang atau terkadang tiram.
3. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau yang biasa disebut infralittoral fringe. Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau terkadang pada suatu tempat di Hemisphere selatan yaitu penyering makanan seperti tunicata (sea squirt).
Sedangkan pembagian menurut Reseck (1980) zonasi pada pantai berbatu dibagi menjadi empat zonasi :
1. Zone I : daerah yang paling tinggi dan selalu kering (spray zone/upper litoral zone).
2. Zona II : Daerah yang mengalami kekeringan 2 kali sehari selama pasang terendah, selama 4-6 jam.
3. Zona III : Daerah yang mengalai kekeringan dalam waktu yang agak pendek, kurang lebih 1-3 jam.
4. Zona IV : Daerah yang mengalami kekeringan sangat relatif singkat, kurang lebih 12 jam.
Pembagian zonasi pada pantai berbatu juga dapat didasarkan oleh organisme yang hidup pada daerah tersebut (Barnes & Hughes, 1999). Pembagian zonasi tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni:
1. Zonasi dari mikroalga. Zonasi ini didasarkan oleh fotosintesis yang terjadi didalam air. Pembagian tersebut yakni:
a. Pada spesies yang terdapat pada lower shore fotosintesis lebih baik di udara dibanding dalam air.
b. Pada spesies yang terdapat pada mid hingga upper shore fotosintesis lebih baik didalam air disbanding diatas daratan. Kekuatan fotosintesis dalam air pada spesies ini yakni enam kali lebih kuat.
2. Zonasi dari hewan. Zonasi ini didasarkan oleh dua hal yang sangat signifikan yaitu:
a. Makanan. Ketersediaan makanan sangat penting utamanya bagi organisme yang pergerakannya sangat lambat atau yang tidak berpindah tempat.
b. Pergerakan. Organisme perlu berpindah untuk mencari makan, sehingga faktor ini juga sangat terkat dengan faktor yang pertama.
Suatu gambaran yang sangat luar biasa dari pantai diseluruh dunia, yang terlihat pada waktu pasang surut adalah, menonjolnya pembagian horizontal atau zonasi organisme (Nybakken, 1992). Hal tersebut nampak pada gambar 4 yang terlihat zonasi yang menunjukkan perbedaan organisme yang menempati daerah yang berbeda untuk tiap kedalaman perairan. Keragaman tersebut tidak lepas keterkaitannya dengan proses fisik pada perairan.
Zonasi Pantai Berbatu Pada Beberapa Belahan Dunia yang Berbeda
Pada berbagai belahan dunia terdapat perbedaan pola zonasi pantai berbatu yang terjadi antara satu tempat dengan tempat yang lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kemiringan permukaan batu yang menyusunnya (Nybakken, 1992).
2. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berpasir
Pada umumnya pantai berpasir lebih banyak dikenal oleh manusia dibanding dengan jenis pantai yang lain. Hal ini dikarenakan pantai berpasir memiliki manfaat yang sangat banyak dibanding dengan pantai jenis yang lainnya. Pada jenis pantai ini juga dapat ditemukan berbagai ekosistem lain seperti ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Pantai berpasir adalah pantai dengan ukuran substrat 0.002-2 mm. Jenis pantai berpasir termasuk dalam jenis pantai dengan partikel yang halus. Sama halnya pada pantai berbatu pada pantai berpasir juga dibagi dalam beberapa zonasi (Dahl, 1952 and Salvat, 1964 in Raffaelli and Hawkins, 1996) yaitu:
1. Mean High Water of Spring Tides (MHWS) rata-rata air tinggi pada pasang purnama. Zona ini berada pada bagian paling atas. Pada daerah ini berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan sering terekspose.
2. Mean Tide Level (MLS) rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah yang paling banyak mengalami fluktusi pasang surut. Pada daerah ini juga dapat ditemukan berbagai ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun.
3. Mean Water Low of Spring Tides (MLWS) rata-rata air rendah pada pasang surut purnama. Zona ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini fliktuasi pasang surut sangat sedikit yang berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga bias ditemukan ekosistem terumbu karang.
Menurut Nybakken (1992) zonasi yang terbentuk pada pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh faktor fisik perairan. Hal ini nampak dari hempasan gelombang dimana jika kecil maka ukuran partikelnya juga kecil, tetapi sebaliknya jika hempasan gelombang besar maka partikelnya juga akan besar. Pada pantai berpasir hempasan gelombangnya kecil menyebabkan butiran partikelnya kecil.
3. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur merupakan pantai yang memiliki substrat yang sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Menurut Nybakken (1992) pantai berlumpur berada pada daerah yang terlindung dari hempasan gelombang secara langsung. Akibat tidak adanya hempasan gelombang maka daerah ini sulit untuk mengalami perkembangan yang signifikan.
Pembagian zonasi pada daerah pantai berlumpur masih sangat kurang yang telah dikaji. Secara umum dapat dibagi menjadi:
1. Bagian atas atau supralitoral dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali substrat. Zona ini juga dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering mengalami kekeringan.
2. Bagian bawah atau litoral. Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara bagian ekosistem pantai berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.
Pada dasarnya pembagian tersebut belum terlalu jelas batasannya. Hal ini dikarenakan organisme pada kedua tempat tersebut tidak menetap hanya pada zona tersebut tetapi juga dapat berpindah ke zona yang lain.
Meiofauna
Meiofauna merupakan jenis metazoa (tidak termasuk protozoa) yang bergerak yang lebih kecil dari makrofauna tetapi lebih besar dari makrofauna. Ukuran dari meiofauna yakni 500 μm (atau 1000 μm) atau diatasnya, dan 63 μm (atau 42 μm) atau dibawahnya (Eleftheriou and Mclntyre, 2005). Meiofauna yang banyak terdapat disedimen intertidal antara lain : Foraminiferan, Ciliate, Turbellarian, Tardigrade, Gnathostomulid, Herpacticoid copepod, Gastrotrich, dan Nematode.
Pembagian meiofauna secra melintang pada daerah intertidal dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan jenis pasirnya. Zona tersebut (Field and Grriffiths, 1991 in Raffaelli and Hawkins, 1996) yaitu:
1. Zona pasir kering (dry sand zone) yaitu zona sampai kedalaman 15 cm, temperatur pada daerah ini selalu berubah-rubah dengan kelembaban dapat kurang dari 50%, hanya terdapat sedikit nematoda dan oligochaetes hidup di zona ini.
2. Zona pasir lembab (moist sand zone) yaitu zona yang terletak dibawah dry sand zone. Temperatur pada zona ini relatif konstan dengan kelembaban lebih dari 50%. Harpacticoid copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan turbelaria banyak terdapat di zona ini.
3. Zona air (water table stratum) yaitu zona dengan kelembaban 40-70%, nematoda dan crustacea mendominasi zona ini.
4. Zona oksigen rendah (low oxygen zone) yaitu zona dmana populasi meiofauna sangat jarang dijumpai. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya oksigen yang tersedia untuk metabolism organism.
Macrophytes Pada Pantai yang Terlindung
Jenis makrophytha pada ekosistem intertidal sangat beragam berdasarkan jenis lintang dan letak geografisnya. Makrophyta merupakan tanaman yang mengalami evolusi sehingga dapat hidup pada dua jenis air dengan salinitas yang berbeda yakni air laut dan air tawar. Ada tiga jenis makrophyta yang dapat ditemukan pada ekosistem intertidal yaitu:
1. Lamun (sea grass)
2. Mangrove, dan
3. Rawa asin (salt marsh).
Ketiga ekosistem tersebut dapat dijadikan salah satu penciri ekosistem intertidal pada daerah yang berbeda.
1. Lamun (sea grass)
Ekosistem padang lamun merupakan salah satu jenis ekosistem yang terdapat pada daerah intertidal baik di daerah tropis maupun pada daerah sub tropis. Ekosistem ini banyak ditemukan pada pantai berpasir. Kerena hidup pada daerah berpasir lamun memiliki fungsi yakni sebagai penstabil sedimen dan mengatur kualitas air pada daerah tersebut (Gambi et al, 1990 in Hossain Md.M.K., 2005).
Secara umum distribusi lamun saat ini dicirikan oleh genus yang hanya dapat tumbuh pada daerah tropik atau hanya pada daerah sub tropik. Diseluruh dunia ditemukan 12 genus dari lamun. Ada 7 genus lamun yang hanya ditemukan pada daerah tropis yaitu: Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron, Enhalus, Thalassia, Halophila. Pada daerah sub tropic yang hanya ditemukan 5 genus yaitu: Zostera, Phyllospadix, Heteroztera, Posidonia, Amphibolis. Batasan untuk tiap genus tersebut belum terlalu jelas (Larkum et al. 1989).
Distribusi lamun banyak terdapat pada daerah tropis yakni pada Indo pasifik, Karibia, dan Pasifik. Pada ketiga daerah sebaran lamun tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membedakannya. Pada daerah pasifik dan daerah karibia terdapat beberapa spesies yang memiliki kemiripan yaitu : Thalassia testudinium, Thalassia hemprichii, Syringodium filiforme, Syringodium isoetifolium, Halodule wrightii, dan Halodule uninervis (Dawes , 1981).
Distribusi lamun pada daerah lintang tinggi dapat dilihat dari distribusinya pada daerah benua Australia. Pada benua tersebut terdapat berbagai jenis lamun yang tumbuh. Faktor penentu pertumbuhan lamun yakni suhu dan cahaya yang cukup.
Pada daerah mediterania terdapat jenis lamun yang tumbuh yakni Cymodocea nodusa. Lamun jenis ini banyak ditemukan pada berbagai tempat yakni pada pesisir, pada daerah lagoon, dan pada daerah estuaria. Sebaran yang luas dikarenakan lamun jenis ini lebih adaptif terhadap lingkungan yang ekstrim (Cancemi G. et al., 2002).
2. Mangrove
Hutan mangrove merupakan suatu komunitas pada pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002). Ekosistem ini dapat ditemukan pada daerah estuaria atau muara sungai. Ada lima proses yang terjadi pada hutan mangrove yang menyebabkan pentingnya hutan mangrove pada daerah intertidal yang berlumpur (Lugo and Snedaker, 1974) yaitu:
1. Produktifitas primer
2. Membantu respirasi antara permukaan dan tanah
3. Membantu respirasi dalam lumpur
4. Pertukaran dari mineral dan nutrient
5. Perantara pengantar nutrient ke ekosistem yang lain.
Unit mangrove yang paling besar didunia ditemukan pada daerah Brasilia tepatnya pada daerah muara sungai Amazone. Ketinggian pohon pada daerah tersebut dapat mencapai 20 m (Lara, 2002).
Pada daerah ini keadaan salinitas dapat berubah dengan drastis karena interaksi antara air laut dengan air tawar. Akibat adanya perubahan tersebut maka ekosistem mangrove dapat dibagi dalam beberapa zona yaitu:
a. Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10 - 30 0/00. Pada daerah ini dibagi menjadi beberapa zona yaitu:
1. Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan (Rhizophora mucronata )
2. Area yang terendam 10 - 19 kali per bulan (A. alba, A. marina, Sonneratia griffithii, Rhizophora sp).
3. Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan ( Rhizopho-ra sp., Bruguiera sp.)
4. Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun ( Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora apiculata)
b. Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 - 10 0/00. Pada zonasi ini dibagi menjadi beberapa zona yaitu:
1 Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasiasi Nypa.
2 Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan.
Secara global suhu sangat mempengaruhi perkembangan struktural dan pertumbuhan hutan mangrove. Pertumbuhan mangrove akan berkurang secra linear seiring dengan bertambahnya lintang karena pengaruh penyinaran yang berdampak langsung terhadap suhu. Pada lintang 350U dan 380S hutan mangrove digantikan dengan rawa asin (Sherman R.E et al, 2003).
Pada daerah lintang tinggi dimana terdapat peralihan dari hutan mangrove ke rawa asin menyebabkan zonasi yang berbeda dengan yang ditemukan pada daerah tropis.
3. Rawa Asin (salt marsh)
Rawa asin merupakan salah satu bagian dari ekosistem intertidal yang terdapat pada daerah lintang tinggi. Fungsi dari rawa asin tidak jauh berbeda dengan hutan mangrove.
Pola distribusi pada rawa asin dimulai dari semak pada bagian luar semakin masuk kedalam daratan maka akan dodominasi oleh pohon. Daerah ini merupakan peralihan yang sangat penting.
Zonasi Sepanjang Garadien Estuaria
Pada daerah estuaria sangat rentan dengan perubahan gradien salinitas yang sangat fluktuatif akibat pengaruh interaksi antara air laut dengan salinitas yang tinggi dan air tawar dengan salinitas yang rendah. Perubahan tersebut menyebabkan zonasi organisme yang berusaha menyesuaikan diri pada daerah yang fultuatif tersebut.
Menurut Lauff (1967) in Raffaelli and Hawkins (1996) mengklasifikasikan ekologi pada daerah estuaria berdasarkan rentang salinitas dalam (venice system) yaitu :
1. Kelompok oligohaline, dicirikan oleh beberapa spesies tertentu (seperti oligochaetes). Organisme pada daerah ini memerlukan air tawar untuk hidup, namun dapat mentolerir kadar garam hingga 5%. Pada daerah ini karakteristik daratan masih sangat dominan disbanding karakteristik laut. Spesies estuaria yang sebenarnya seperti sejumlah kecil polychaete manayunkia, hidup dibagian pusat estuaria yang berkadar garam 5 – 18%.
2. Kelompok euryhaline, contoh spesiesnya seperti corophium, hydrobia dan nereis. Merupakan daerah estuaria yang banyak dipengaruhi oleh karakteristik laut. Toleransi spesiesnya hingga kadar garam 18% atau kurang.
3. Kelompok stenohaline, berada di sepanjang mulut estuaria yang dapat mentolerir perubahan salinitas yang sangat besar.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Vegetasi yang biasa hidup pada daerah ini diantaranya ekosistem mangrove, lamun, dan rawa asin (Saltmarshes).
Karena daerah ini berisi keanekaragaman spesies yang tinggi dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan relatif sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka. Zona intertidal secara bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, sehingga organisme yang hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptasi baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Biota zona intertidal antara lain bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
Daftar Pustaka
Abi. 2010. http://Abivaleyzone.blogspot.com/2010/01/adaptasi-biota-zona-intertidal.html. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.00 WIB.
Efendi, Eko. 2009. http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/01/01/penyebab-zonasi.html. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.00 WIB.
Kurnia, Ika dkk. 2008. Organisme Intertidal. http://scribd.com/intertidal. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.30 WIB.
Ranggon. 2007. http://rang9on-bekasi.blog.friendster.com/2007/03/zona-intertidal/. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.10 WIB.
Wikipedia. 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/intertidal-zone. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.20 WIB.
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penydia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002). Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fumgsi dimensi ekologis yang dimiliki oleh kawasan pesisir, selayaknya digiatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.
Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara pembagiannya telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia.
Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.
Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal.
1.2 Manfaat
Pemahaman akan kondisi lingkungan dan karakter biota yang ada di zona intertidal dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya pengelolaan zona intertidal.
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Zonasi
Zonasi adalah distribusi atas bawah organisme yang dipengaruhi beberapa faktor:
Faktor fisik: Kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasang surut & keterbukaan terhadap gerakan ombak. Akibat: Kekeringan, suhu, salinitas & gelombang cahaya.
Faktor biologis: Kompetisi, predator & grazing.
1. Kompetisi: Pantai berbatu terbatas persediaan ruang karena luas daerah yang terbatas.
2. Predator utama: Bintang laut
3. Grazer: Limpet, bulu babi, siput litorina
2.2 Pengertian Zona Intertidal
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.
Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa jenis organisme untuk berkembang biak.
Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya.
Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir yang sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi organisme sangat berkembang utamanya bentuk morfologi yang dibentuk sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal organisme yang hidup sudah mampu untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan tersebut.
2.3 Faktor Penyebab Distribusi Zonasi Pada Daerah Intertidal
Ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yang saling terkait yaitu:
1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor tersbeut saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh sinar matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.
2. Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan. Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat ekstrim tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang agar dapat hidup pada derah yang kering.
2.4 Ekologi Zona Intertidal
Daerah pasang surut adalah sistem model penting untuk studi ekologi, khususnya di pantai berbatu gelombang-menyapu. Wilayah ini berisi keanekaragaman spesies yang tinggi, dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan spesies berkisar untuk dimampatkan menjadi band yang sangat sempit. Hal ini membuat relatif sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka, sesuatu yang bisa sangat sulit, misalnya, habitat darat yang dapat meregang ribuan kilometer. Masyarakat di pantai yang tersapu gelombang juga memiliki perputaran yang tinggi akibat gangguan, sehingga mungkin untuk menonton suksesi ekologi selama beberapa tahun daripada dekade.
Karena tepi pantai ini bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, organisme hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptions baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Khas penduduk pantai berbatu pasang surut termasuk bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
2.5 Pembagian Zonasi Pada Berbagai Jenis Pantai
Pada dasarnya pantai dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan bentuk substrat utama penyusun pantai, yaitu:
1. Pantai berbatu
2. Pantai berpasir,dan
3. Pantai berlumpur
Ketiga jenis pantai tersebut memiliki bentuk zonasi yang berbeda. Selain pantai berbatu zona intertidal juga banyak ditemukan pada jenis pantai yang lain.
1. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berbatu
Pada dasarnya pembagian zonasi untuk pantai berbatu dilihat dari pasang surut yang terjadi. Pantai ini didominasi oleh substrat dari batu.
Menurut Stephenson and Stephenson (1972) in Raffaelli and Hawkins (1996) menyatakan bahwa pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. A high-shore area (bagian pantai yang paling atas) atau yang biasa disebut supralittoral fringe. Pada zona ini dicirikan oleh berbagai organisme seperti alga yang menjalar, Cyanobacteria (bakteri hijau biru) dan cacing kecil, periwinkles.
2. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau yang biasa disebut midlittoral zone. Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti bernakel, kerang atau terkadang tiram.
3. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau yang biasa disebut infralittoral fringe. Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau terkadang pada suatu tempat di Hemisphere selatan yaitu penyering makanan seperti tunicata (sea squirt).
Sedangkan pembagian menurut Reseck (1980) zonasi pada pantai berbatu dibagi menjadi empat zonasi :
1. Zone I : daerah yang paling tinggi dan selalu kering (spray zone/upper litoral zone).
2. Zona II : Daerah yang mengalami kekeringan 2 kali sehari selama pasang terendah, selama 4-6 jam.
3. Zona III : Daerah yang mengalai kekeringan dalam waktu yang agak pendek, kurang lebih 1-3 jam.
4. Zona IV : Daerah yang mengalami kekeringan sangat relatif singkat, kurang lebih 12 jam.
Pembagian zonasi pada pantai berbatu juga dapat didasarkan oleh organisme yang hidup pada daerah tersebut (Barnes & Hughes, 1999). Pembagian zonasi tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni:
1. Zonasi dari mikroalga. Zonasi ini didasarkan oleh fotosintesis yang terjadi didalam air. Pembagian tersebut yakni:
a. Pada spesies yang terdapat pada lower shore fotosintesis lebih baik di udara dibanding dalam air.
b. Pada spesies yang terdapat pada mid hingga upper shore fotosintesis lebih baik didalam air disbanding diatas daratan. Kekuatan fotosintesis dalam air pada spesies ini yakni enam kali lebih kuat.
2. Zonasi dari hewan. Zonasi ini didasarkan oleh dua hal yang sangat signifikan yaitu:
a. Makanan. Ketersediaan makanan sangat penting utamanya bagi organisme yang pergerakannya sangat lambat atau yang tidak berpindah tempat.
b. Pergerakan. Organisme perlu berpindah untuk mencari makan, sehingga faktor ini juga sangat terkat dengan faktor yang pertama.
Suatu gambaran yang sangat luar biasa dari pantai diseluruh dunia, yang terlihat pada waktu pasang surut adalah, menonjolnya pembagian horizontal atau zonasi organisme (Nybakken, 1992). Hal tersebut nampak pada gambar 4 yang terlihat zonasi yang menunjukkan perbedaan organisme yang menempati daerah yang berbeda untuk tiap kedalaman perairan. Keragaman tersebut tidak lepas keterkaitannya dengan proses fisik pada perairan.
Zonasi Pantai Berbatu Pada Beberapa Belahan Dunia yang Berbeda
Pada berbagai belahan dunia terdapat perbedaan pola zonasi pantai berbatu yang terjadi antara satu tempat dengan tempat yang lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kemiringan permukaan batu yang menyusunnya (Nybakken, 1992).
2. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berpasir
Pada umumnya pantai berpasir lebih banyak dikenal oleh manusia dibanding dengan jenis pantai yang lain. Hal ini dikarenakan pantai berpasir memiliki manfaat yang sangat banyak dibanding dengan pantai jenis yang lainnya. Pada jenis pantai ini juga dapat ditemukan berbagai ekosistem lain seperti ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Pantai berpasir adalah pantai dengan ukuran substrat 0.002-2 mm. Jenis pantai berpasir termasuk dalam jenis pantai dengan partikel yang halus. Sama halnya pada pantai berbatu pada pantai berpasir juga dibagi dalam beberapa zonasi (Dahl, 1952 and Salvat, 1964 in Raffaelli and Hawkins, 1996) yaitu:
1. Mean High Water of Spring Tides (MHWS) rata-rata air tinggi pada pasang purnama. Zona ini berada pada bagian paling atas. Pada daerah ini berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan sering terekspose.
2. Mean Tide Level (MLS) rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah yang paling banyak mengalami fluktusi pasang surut. Pada daerah ini juga dapat ditemukan berbagai ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun.
3. Mean Water Low of Spring Tides (MLWS) rata-rata air rendah pada pasang surut purnama. Zona ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini fliktuasi pasang surut sangat sedikit yang berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga bias ditemukan ekosistem terumbu karang.
Menurut Nybakken (1992) zonasi yang terbentuk pada pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh faktor fisik perairan. Hal ini nampak dari hempasan gelombang dimana jika kecil maka ukuran partikelnya juga kecil, tetapi sebaliknya jika hempasan gelombang besar maka partikelnya juga akan besar. Pada pantai berpasir hempasan gelombangnya kecil menyebabkan butiran partikelnya kecil.
3. Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur merupakan pantai yang memiliki substrat yang sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Menurut Nybakken (1992) pantai berlumpur berada pada daerah yang terlindung dari hempasan gelombang secara langsung. Akibat tidak adanya hempasan gelombang maka daerah ini sulit untuk mengalami perkembangan yang signifikan.
Pembagian zonasi pada daerah pantai berlumpur masih sangat kurang yang telah dikaji. Secara umum dapat dibagi menjadi:
1. Bagian atas atau supralitoral dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali substrat. Zona ini juga dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering mengalami kekeringan.
2. Bagian bawah atau litoral. Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara bagian ekosistem pantai berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.
Pada dasarnya pembagian tersebut belum terlalu jelas batasannya. Hal ini dikarenakan organisme pada kedua tempat tersebut tidak menetap hanya pada zona tersebut tetapi juga dapat berpindah ke zona yang lain.
Meiofauna
Meiofauna merupakan jenis metazoa (tidak termasuk protozoa) yang bergerak yang lebih kecil dari makrofauna tetapi lebih besar dari makrofauna. Ukuran dari meiofauna yakni 500 μm (atau 1000 μm) atau diatasnya, dan 63 μm (atau 42 μm) atau dibawahnya (Eleftheriou and Mclntyre, 2005). Meiofauna yang banyak terdapat disedimen intertidal antara lain : Foraminiferan, Ciliate, Turbellarian, Tardigrade, Gnathostomulid, Herpacticoid copepod, Gastrotrich, dan Nematode.
Pembagian meiofauna secra melintang pada daerah intertidal dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan jenis pasirnya. Zona tersebut (Field and Grriffiths, 1991 in Raffaelli and Hawkins, 1996) yaitu:
1. Zona pasir kering (dry sand zone) yaitu zona sampai kedalaman 15 cm, temperatur pada daerah ini selalu berubah-rubah dengan kelembaban dapat kurang dari 50%, hanya terdapat sedikit nematoda dan oligochaetes hidup di zona ini.
2. Zona pasir lembab (moist sand zone) yaitu zona yang terletak dibawah dry sand zone. Temperatur pada zona ini relatif konstan dengan kelembaban lebih dari 50%. Harpacticoid copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan turbelaria banyak terdapat di zona ini.
3. Zona air (water table stratum) yaitu zona dengan kelembaban 40-70%, nematoda dan crustacea mendominasi zona ini.
4. Zona oksigen rendah (low oxygen zone) yaitu zona dmana populasi meiofauna sangat jarang dijumpai. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya oksigen yang tersedia untuk metabolism organism.
Macrophytes Pada Pantai yang Terlindung
Jenis makrophytha pada ekosistem intertidal sangat beragam berdasarkan jenis lintang dan letak geografisnya. Makrophyta merupakan tanaman yang mengalami evolusi sehingga dapat hidup pada dua jenis air dengan salinitas yang berbeda yakni air laut dan air tawar. Ada tiga jenis makrophyta yang dapat ditemukan pada ekosistem intertidal yaitu:
1. Lamun (sea grass)
2. Mangrove, dan
3. Rawa asin (salt marsh).
Ketiga ekosistem tersebut dapat dijadikan salah satu penciri ekosistem intertidal pada daerah yang berbeda.
1. Lamun (sea grass)
Ekosistem padang lamun merupakan salah satu jenis ekosistem yang terdapat pada daerah intertidal baik di daerah tropis maupun pada daerah sub tropis. Ekosistem ini banyak ditemukan pada pantai berpasir. Kerena hidup pada daerah berpasir lamun memiliki fungsi yakni sebagai penstabil sedimen dan mengatur kualitas air pada daerah tersebut (Gambi et al, 1990 in Hossain Md.M.K., 2005).
Secara umum distribusi lamun saat ini dicirikan oleh genus yang hanya dapat tumbuh pada daerah tropik atau hanya pada daerah sub tropik. Diseluruh dunia ditemukan 12 genus dari lamun. Ada 7 genus lamun yang hanya ditemukan pada daerah tropis yaitu: Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron, Enhalus, Thalassia, Halophila. Pada daerah sub tropic yang hanya ditemukan 5 genus yaitu: Zostera, Phyllospadix, Heteroztera, Posidonia, Amphibolis. Batasan untuk tiap genus tersebut belum terlalu jelas (Larkum et al. 1989).
Distribusi lamun banyak terdapat pada daerah tropis yakni pada Indo pasifik, Karibia, dan Pasifik. Pada ketiga daerah sebaran lamun tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membedakannya. Pada daerah pasifik dan daerah karibia terdapat beberapa spesies yang memiliki kemiripan yaitu : Thalassia testudinium, Thalassia hemprichii, Syringodium filiforme, Syringodium isoetifolium, Halodule wrightii, dan Halodule uninervis (Dawes , 1981).
Distribusi lamun pada daerah lintang tinggi dapat dilihat dari distribusinya pada daerah benua Australia. Pada benua tersebut terdapat berbagai jenis lamun yang tumbuh. Faktor penentu pertumbuhan lamun yakni suhu dan cahaya yang cukup.
Pada daerah mediterania terdapat jenis lamun yang tumbuh yakni Cymodocea nodusa. Lamun jenis ini banyak ditemukan pada berbagai tempat yakni pada pesisir, pada daerah lagoon, dan pada daerah estuaria. Sebaran yang luas dikarenakan lamun jenis ini lebih adaptif terhadap lingkungan yang ekstrim (Cancemi G. et al., 2002).
2. Mangrove
Hutan mangrove merupakan suatu komunitas pada pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002). Ekosistem ini dapat ditemukan pada daerah estuaria atau muara sungai. Ada lima proses yang terjadi pada hutan mangrove yang menyebabkan pentingnya hutan mangrove pada daerah intertidal yang berlumpur (Lugo and Snedaker, 1974) yaitu:
1. Produktifitas primer
2. Membantu respirasi antara permukaan dan tanah
3. Membantu respirasi dalam lumpur
4. Pertukaran dari mineral dan nutrient
5. Perantara pengantar nutrient ke ekosistem yang lain.
Unit mangrove yang paling besar didunia ditemukan pada daerah Brasilia tepatnya pada daerah muara sungai Amazone. Ketinggian pohon pada daerah tersebut dapat mencapai 20 m (Lara, 2002).
Pada daerah ini keadaan salinitas dapat berubah dengan drastis karena interaksi antara air laut dengan air tawar. Akibat adanya perubahan tersebut maka ekosistem mangrove dapat dibagi dalam beberapa zona yaitu:
a. Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10 - 30 0/00. Pada daerah ini dibagi menjadi beberapa zona yaitu:
1. Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan (Rhizophora mucronata )
2. Area yang terendam 10 - 19 kali per bulan (A. alba, A. marina, Sonneratia griffithii, Rhizophora sp).
3. Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan ( Rhizopho-ra sp., Bruguiera sp.)
4. Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun ( Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora apiculata)
b. Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 - 10 0/00. Pada zonasi ini dibagi menjadi beberapa zona yaitu:
1 Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasiasi Nypa.
2 Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan.
Secara global suhu sangat mempengaruhi perkembangan struktural dan pertumbuhan hutan mangrove. Pertumbuhan mangrove akan berkurang secra linear seiring dengan bertambahnya lintang karena pengaruh penyinaran yang berdampak langsung terhadap suhu. Pada lintang 350U dan 380S hutan mangrove digantikan dengan rawa asin (Sherman R.E et al, 2003).
Pada daerah lintang tinggi dimana terdapat peralihan dari hutan mangrove ke rawa asin menyebabkan zonasi yang berbeda dengan yang ditemukan pada daerah tropis.
3. Rawa Asin (salt marsh)
Rawa asin merupakan salah satu bagian dari ekosistem intertidal yang terdapat pada daerah lintang tinggi. Fungsi dari rawa asin tidak jauh berbeda dengan hutan mangrove.
Pola distribusi pada rawa asin dimulai dari semak pada bagian luar semakin masuk kedalam daratan maka akan dodominasi oleh pohon. Daerah ini merupakan peralihan yang sangat penting.
Zonasi Sepanjang Garadien Estuaria
Pada daerah estuaria sangat rentan dengan perubahan gradien salinitas yang sangat fluktuatif akibat pengaruh interaksi antara air laut dengan salinitas yang tinggi dan air tawar dengan salinitas yang rendah. Perubahan tersebut menyebabkan zonasi organisme yang berusaha menyesuaikan diri pada daerah yang fultuatif tersebut.
Menurut Lauff (1967) in Raffaelli and Hawkins (1996) mengklasifikasikan ekologi pada daerah estuaria berdasarkan rentang salinitas dalam (venice system) yaitu :
1. Kelompok oligohaline, dicirikan oleh beberapa spesies tertentu (seperti oligochaetes). Organisme pada daerah ini memerlukan air tawar untuk hidup, namun dapat mentolerir kadar garam hingga 5%. Pada daerah ini karakteristik daratan masih sangat dominan disbanding karakteristik laut. Spesies estuaria yang sebenarnya seperti sejumlah kecil polychaete manayunkia, hidup dibagian pusat estuaria yang berkadar garam 5 – 18%.
2. Kelompok euryhaline, contoh spesiesnya seperti corophium, hydrobia dan nereis. Merupakan daerah estuaria yang banyak dipengaruhi oleh karakteristik laut. Toleransi spesiesnya hingga kadar garam 18% atau kurang.
3. Kelompok stenohaline, berada di sepanjang mulut estuaria yang dapat mentolerir perubahan salinitas yang sangat besar.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Vegetasi yang biasa hidup pada daerah ini diantaranya ekosistem mangrove, lamun, dan rawa asin (Saltmarshes).
Karena daerah ini berisi keanekaragaman spesies yang tinggi dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan relatif sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka. Zona intertidal secara bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, sehingga organisme yang hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptasi baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Biota zona intertidal antara lain bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
Daftar Pustaka
Abi. 2010. http://Abivaleyzone.blogspot.com/2010/01/adaptasi-biota-zona-intertidal.html. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.00 WIB.
Efendi, Eko. 2009. http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/01/01/penyebab-zonasi.html. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.00 WIB.
Kurnia, Ika dkk. 2008. Organisme Intertidal. http://scribd.com/intertidal. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.30 WIB.
Ranggon. 2007. http://rang9on-bekasi.blog.friendster.com/2007/03/zona-intertidal/. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.10 WIB.
Wikipedia. 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/intertidal-zone. Diakses pada 4 Mei 2011 pukul 16.20 WIB.
Rabu, 29 Juni 2011
Pasang Surut Air Laut Akibat Adanya Gerhana Bulan
Banyak orang beranggapan bahwa adanya gerhana bulan yang terjadi tidak memiliki dampak apapun terhadap aktivitas di bumi, terutama pergerakan massa air laut. Akan tetapi hal ini berkebalikan dengan fakta yang ditemukan pada perubahan tinggi dan rendahnya permukaan air laut.
Pada dasarnya gerhana bulan adalah sebuah fenomena alam yang terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Hal ini terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi. Gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap pertemuan bulan dan matahari yang terhalang bumi akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan.
Konsep gravitasi antar dua planet di jelaskan oleh hukum ke-3 newton. Anggap ada sebuah titik bermassa m diantara bumi-bulan berjarak h meter dari permukaan bumi dan jarak bumi- bulan H meter, maka besar gaya gravitasi bumi dan gaya gravitasi bulan berturut2 diukur dari pusat bumi-bulan yang dirasakan oleh titik adalah :
Fbumi-titik = G x Mbm x m / (h + Rbm)^2
Ftitik-bulan = G x Mbl x m / (H - h + Rbl)^2
Untuk mengetahui apakah ada beda antara Fbumi-titik dengan Ftitik-bulan, maka perbandingkan. Jika Fbumi-titik : Ftitik-bulan = 1 : 1 , maka kesimpulannya tidak ada pengaruh gravitasi bulan terhadap kekuatan gravitasi bumi.
Fbumi-titik/Ftitik-bulan =[G x Mbm x m / (h + Rbm)^2]/[G x Mbl x m / (H - h + Rbl)^2]
Fbumi-titik/Ftitik-bulan = Mbm/Mbl x [(H - h + Rbl)/(h + Rbm)]^2
karena Mbm > Mbl dan Rbm > Rbl , maka nilai akhirnya tergantung h atau jarak titik-bumi, artinya ada posisi (h0) dimana titik tsb tidak mengalami gravitasi dari keduanya.
Posisi ini terjadi saat Fbumi-titik = Ftitik-bulan ,atau :
[(h + Rbm)/(H - h + Rbl)]^2 = Mbm/mbl
(h + Rbm)/(H - h + Rbl) = akar (Mbm/mbl)
h0 = [(H + Rbl) x akar (Mbm/Mbl) - Rbm]/[1 + akar (Mbm/Mbl)]
Sehingga :
Jika h < h0 ,maka Fbumi-titik > Ftitik-bulan
Jika h > h0 ,maka Fbumi-titik < Ftitik-bulan
Jika h = h0 ,maka Fbumi-titik = Ftitik-bulan
Kesimpulannya :
"Pengaruh gravitasi bulan menyebabkan kekuatan gravitasi bumi semakin berkurang", jadi dapat disimpulkan bahwa pada saat terjadi gerhana bulan maka permukaan air laut akan cenderung mengalami pasang maksimal.
Jika kita kaji, pada saat terjadi gerhana bulan, posisi Bulan-bumi-matahari sejajar maka akan ada titik dimana gravitasi bumi, bulan dan matahari sejajar, kekuatan gravitasi dari ketiga benda langit tersebut berbeda tergantung jarak ketika ketiganya berjajar. Pengaruh dari gaya gravitasi bulan-bumi-matahari inilah yang ikut mempengaruhi naik dan surutnya air laut.
Karena Matahari lebih jauh daripada Bulan, pengaruh pasang surut oleh matahari lebih kecil daripada oleh Bulan. Tetapi, kalau digabungkan pengaruhnya akan lebih kuat dari biasanya. Ini terjadi pada saat bulan sabit atau bulan purnama. Itulah sebabnya pada saat bulan purnama air pasang paling tinggi. Pada saat gerhana bulan, terjadi pasang air laut terbesar, pada saat itu air akan sangat naik, wilayah pantai terbenam dan biota-biota laut akan terbawa ke pantai.
Semua benda sebenarnya tarik menarik dengan gaya gravitasi. Bumi dan matahari saling menarik. Demikian juga antara Bumi dan Bulan. Gaya tariknya tergantung pada jaraknya. Semakin dekat jaraknya, gaya tariknya makin kuat. Bumi terdiri dari bagian yang padat, termasuk daratannya, dan bagian laut. Kedua bagian itu sama-sama mengalami tarikan dari Bulan dan Matahari. Tetapi besarnya gaya tarik pada bagian padat dan lautan berbeda, tergantung jaraknya dari bulan atau Matahari. Akibat perbedaan gaya tarik itu, air laut cenderung bergerak menjauhi bagian padat. Akibatnya akan terjadi pasang, baik di bagian yang menghadap Bulan atau Matahari maupun di bagian sebaliknya. Di bagian lain air laut surut. Karena rotasi Bumi, bagian yang pasang dan yang surut selalu berpindah. Setiap setengah hari akan mengalami keadaan pasang yang bergantian dengan keadaan surut.
Sebenarnya, proses yang terjadi saat berlangsungnya pasang surut air laut adalah terkait dengan gaya tarik gravitasi antara bulan dan bumi, tetapi prosesnya tidak terlalu sederhana karena bumi bukan benda yang homogen, melainkan terdiri atas lautan dan daratan. Air yang terletak di lautan bumi tidak hanya mengalami gaya tarik gravitasi dari bumi, tetapi juga dari bulan meskipun besarnya gaya ini jauh lebih kecil karena bulan cukup jauh dan massa bulan jauh lebih kecil daripada massa bumi. Adanya pasang surut ini terjadi karena yang mendapatkan gaya tarik bukan benda titik, sehingga daerah yang lebih dekat ke bulan mengalami gaya tarik yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang lebih dekat. Peristiwa ini menghasilkan gejala yang disebut sebagai gaya tarik diferensial, dan membuat objek-objek yang mengalami gaya tarik diferensial ini menjadi terdistorsi. Sehingga pada saat terjadi gerhana bulan fase gaya tarik differensial oleh bulan terjadi begitu kuat dan mengakibatkan pasang tertinggi pada bagian tersebut. Sementara, di bagian belahan bumi lainnya mengalami surut terendah.
Oleh karena itu dapat kita pahami bahwa gerhana bulan yang terjadi juga mengakibatkan perubahan pergerakan massa air laut. Sebagai contoh adalah terjadinya pasang maksimum yang terjadi pada daerah yang mengalami gerhana bulan tersebut.
Pada dasarnya gerhana bulan adalah sebuah fenomena alam yang terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Hal ini terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi. Gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap pertemuan bulan dan matahari yang terhalang bumi akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan.
Konsep gravitasi antar dua planet di jelaskan oleh hukum ke-3 newton. Anggap ada sebuah titik bermassa m diantara bumi-bulan berjarak h meter dari permukaan bumi dan jarak bumi- bulan H meter, maka besar gaya gravitasi bumi dan gaya gravitasi bulan berturut2 diukur dari pusat bumi-bulan yang dirasakan oleh titik adalah :
Fbumi-titik = G x Mbm x m / (h + Rbm)^2
Ftitik-bulan = G x Mbl x m / (H - h + Rbl)^2
Untuk mengetahui apakah ada beda antara Fbumi-titik dengan Ftitik-bulan, maka perbandingkan. Jika Fbumi-titik : Ftitik-bulan = 1 : 1 , maka kesimpulannya tidak ada pengaruh gravitasi bulan terhadap kekuatan gravitasi bumi.
Fbumi-titik/Ftitik-bulan =[G x Mbm x m / (h + Rbm)^2]/[G x Mbl x m / (H - h + Rbl)^2]
Fbumi-titik/Ftitik-bulan = Mbm/Mbl x [(H - h + Rbl)/(h + Rbm)]^2
karena Mbm > Mbl dan Rbm > Rbl , maka nilai akhirnya tergantung h atau jarak titik-bumi, artinya ada posisi (h0) dimana titik tsb tidak mengalami gravitasi dari keduanya.
Posisi ini terjadi saat Fbumi-titik = Ftitik-bulan ,atau :
[(h + Rbm)/(H - h + Rbl)]^2 = Mbm/mbl
(h + Rbm)/(H - h + Rbl) = akar (Mbm/mbl)
h0 = [(H + Rbl) x akar (Mbm/Mbl) - Rbm]/[1 + akar (Mbm/Mbl)]
Sehingga :
Jika h < h0 ,maka Fbumi-titik > Ftitik-bulan
Jika h > h0 ,maka Fbumi-titik < Ftitik-bulan
Jika h = h0 ,maka Fbumi-titik = Ftitik-bulan
Kesimpulannya :
"Pengaruh gravitasi bulan menyebabkan kekuatan gravitasi bumi semakin berkurang", jadi dapat disimpulkan bahwa pada saat terjadi gerhana bulan maka permukaan air laut akan cenderung mengalami pasang maksimal.
Jika kita kaji, pada saat terjadi gerhana bulan, posisi Bulan-bumi-matahari sejajar maka akan ada titik dimana gravitasi bumi, bulan dan matahari sejajar, kekuatan gravitasi dari ketiga benda langit tersebut berbeda tergantung jarak ketika ketiganya berjajar. Pengaruh dari gaya gravitasi bulan-bumi-matahari inilah yang ikut mempengaruhi naik dan surutnya air laut.
Karena Matahari lebih jauh daripada Bulan, pengaruh pasang surut oleh matahari lebih kecil daripada oleh Bulan. Tetapi, kalau digabungkan pengaruhnya akan lebih kuat dari biasanya. Ini terjadi pada saat bulan sabit atau bulan purnama. Itulah sebabnya pada saat bulan purnama air pasang paling tinggi. Pada saat gerhana bulan, terjadi pasang air laut terbesar, pada saat itu air akan sangat naik, wilayah pantai terbenam dan biota-biota laut akan terbawa ke pantai.
Semua benda sebenarnya tarik menarik dengan gaya gravitasi. Bumi dan matahari saling menarik. Demikian juga antara Bumi dan Bulan. Gaya tariknya tergantung pada jaraknya. Semakin dekat jaraknya, gaya tariknya makin kuat. Bumi terdiri dari bagian yang padat, termasuk daratannya, dan bagian laut. Kedua bagian itu sama-sama mengalami tarikan dari Bulan dan Matahari. Tetapi besarnya gaya tarik pada bagian padat dan lautan berbeda, tergantung jaraknya dari bulan atau Matahari. Akibat perbedaan gaya tarik itu, air laut cenderung bergerak menjauhi bagian padat. Akibatnya akan terjadi pasang, baik di bagian yang menghadap Bulan atau Matahari maupun di bagian sebaliknya. Di bagian lain air laut surut. Karena rotasi Bumi, bagian yang pasang dan yang surut selalu berpindah. Setiap setengah hari akan mengalami keadaan pasang yang bergantian dengan keadaan surut.
Sebenarnya, proses yang terjadi saat berlangsungnya pasang surut air laut adalah terkait dengan gaya tarik gravitasi antara bulan dan bumi, tetapi prosesnya tidak terlalu sederhana karena bumi bukan benda yang homogen, melainkan terdiri atas lautan dan daratan. Air yang terletak di lautan bumi tidak hanya mengalami gaya tarik gravitasi dari bumi, tetapi juga dari bulan meskipun besarnya gaya ini jauh lebih kecil karena bulan cukup jauh dan massa bulan jauh lebih kecil daripada massa bumi. Adanya pasang surut ini terjadi karena yang mendapatkan gaya tarik bukan benda titik, sehingga daerah yang lebih dekat ke bulan mengalami gaya tarik yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang lebih dekat. Peristiwa ini menghasilkan gejala yang disebut sebagai gaya tarik diferensial, dan membuat objek-objek yang mengalami gaya tarik diferensial ini menjadi terdistorsi. Sehingga pada saat terjadi gerhana bulan fase gaya tarik differensial oleh bulan terjadi begitu kuat dan mengakibatkan pasang tertinggi pada bagian tersebut. Sementara, di bagian belahan bumi lainnya mengalami surut terendah.
Oleh karena itu dapat kita pahami bahwa gerhana bulan yang terjadi juga mengakibatkan perubahan pergerakan massa air laut. Sebagai contoh adalah terjadinya pasang maksimum yang terjadi pada daerah yang mengalami gerhana bulan tersebut.
Senin, 11 April 2011
Bioluminescence
Many marine animals and other organisms generate light to help them survive at night or in the deep.
Sometimes light beams are directed forward to illuminate prey, occasionally with red light that is not seen by most deep-sea animals.
Producing Light for Communication
Some squid can advertise their species, sex and even current mood by varying the patterns and colours of the lights that they produce. This is obviously very useful at night, or at depths where there is little light (but it obviously exposes them to visual predators, so must be used with caution).
Light Generation
- Luciferin produces light when it is oxidised. The enzyme luciferase adds the oxygen, and a cold light is emitted. The typical colour of this light is blue-green, but pigmented layers over the source can change this (to greens, yellow or occasionally reds). Have a look at ‘Jellyfish GFP’ for additional information.
- Photophores are special organs developed by a number of animals. These can gather the light produced (sometimes by the organism’s own cells, and sometimes by symbiotic bacteria) and direct and focus it – depending on the use to which it will be put.
- Many Dinoflagellates emit light when they are disturbed. Their usual predators are copepods (which do not hunt visually), and it is thought that the light attracts fish who then eat the copepods.
- Confusing the enemy is always a good tactic, and many of the larger creatures produce spots of light to break up their outline. Presumable visual predators find it difficult to know exactly where to attack! (Look at the image of an Antarctic Krill at night – below.)
- Shedding shiny bits, or leaving luminous clouds behind is a slightly different strategy. Squids are masters of this tactic, and some can squirt out clouds of glowing ‘ink’ when attacked in the dark. The predator attacks the light and gives the squid a chance to jet out of trouble.
- Countershading (being dark above – to make it difficult to be seen from above against the murky depths, and light below – to make hide from below against the bright upper waters) is all very well during the daytime, when most visual hunters are active. Unfortunately some predatory hunt from below at night, using the very dim light to see the silhouettes of their prey. Countershading is of little use in these circumstances, but photophores (directed downwards and generating exactly the same amount of light as is falling on the creature’s upper surface) can provide effective camouflage.
Sometimes light beams are directed forward to illuminate prey, occasionally with red light that is not seen by most deep-sea animals.
Producing Light for Communication
Some squid can advertise their species, sex and even current mood by varying the patterns and colours of the lights that they produce. This is obviously very useful at night, or at depths where there is little light (but it obviously exposes them to visual predators, so must be used with caution).
Langganan:
Postingan (Atom)